Karya Cahya Prana
(http://cpwutama.blogspot.co.id/2016/08/cerpen-tenggelam-dan-terbang.html)
TENGGELAM DAN TERBANG
Angin malam membawa suhun dingin hingga menusuk tulang. Deringan suara kriik .. kriik .. kriik, dan seruan burung yang terbangun dikala gelap semakin menambah sepi sebuah kampung yang berada di atas pegunungan ini. Tak ada satu orang pun yang terlihat berada diluar rumah malam itu. Hingga terdengar suara rintihan seseorang yang bersumber dari sebuah rumah kecil dipojok kampung.
“aduuh yah, perutku sakit.”kata seorang anak yang merintih kesakitan,
Ternyata suara itu adalah suara Bagus, seorang remaja yang duduk di bangku SMA kelas XII yang sedang merintih kesakitan karena rasa perih didalam perutnya.
“yang sabar ya nak. Semoga besok dagangan kita terjual semua dan kita bisa makan. Sekarang kamu cepetan tidur supaya besok tidak terlambat berangkat ke sekolah.” Jawab pak sulaiman ayah dari Bagus,
Bagus adalah anak dari Bapak Sulaiman. Dirumah mungilnya ini Bagus tinggal bersama Ayah, Ibu dan seorang adiknya. pak sulaiman bekerja sebagai penjual cilok keliling. Sementara Ibu bagus hanya sekedar ibu rumah tangga yang terkadang menerima jasa pencuci baju tetangga yang berada didekat rumahnya. Namun dengan keadaan yang sederhana ini pak sulaiman dan istrinya tetap semangat bekerja agar kedua anaknya terutama Bagus tetap dapat bersekolah. Kobaran semangat yang ada pada ayah dan ibu Bagus itu pun mengalir dalam dirinya. Di sekolah Bagus dikenal sebagai murid yang rajin. Meskipun ia tak begitu pintar, namun semangat yang ia punya agar ia tetap bisa bersekolah pun tak pernah padam dalam dirinya.
Pagi pun telah tiba. Hingga suara merdu ayam jantan pun membangunkan keluarga sederhana ini. Tak lupa kewajiban sholat shubuh 2 rakaat mereka lakukan sebelum melakukan semua aktivitas di hari ini. Setiap paginya ayah dan ibu Bagus membuat cilok yang akan dijual berkeliling disekitar kampung mereka. Sementara dengan Bagus, ia bersiap untuk kembali berjuang disekolah ditempat ia menuntut ilmu. Tak lupa sebelum berangkat ke sekolah, bagus selalu berpamitan dan mencium tangan kedua orang tuanya,
“ayah, ibu, Bagus berangkat ke sekolah dulu ya.” Kata Bagus kepada kedua orang tuanya sambil bersalaman dan mencium tangan Ayah dan Ibunya,
“iya nak. Hati – hati ya.” Jawab Pak sulaiman kepada anak pertamanya itu, “jangan lupa tetap semangat meski dalam keadaan apapun dan jangan pernah takut, karena Ayah dan Ibu akan selalu mendukungmu.” Ujar Pak Sulaiman yang tak biasanya sambil memeluk Bagus dengan eratnya,
“iya yah. Yasudah Bagus berangkat dulu ya. Assalamulaikum.” Kata Bagus sambil keluar dan menaiki sepeda tuanya,
“Iya nak. Waalaikumsalam.” Jawab ayah dan ibu Bagus,
Jam dinding disekolah tempat Bagus menuntut ilmu pun telah berbunyi. Yang artinya jam pelajaran disekolah itu akan dimulai. Dengan penuh semangat Bagus pun berjalan menuju kelas yang ia tempati. Saat sedang berjalan menuju kelasnya, tiba – tiba ia terjatuh karena tersandung oleh sesuatu yang tak terlihat olehnya. Ternyata itu adalah kaki Doni, teman satu kelas Bagus yang terkenal sangat suka jail dan syirik kepadanya. Doni merupakan anak orang kaya yang satu sekolah dengan Bagus. Melihat Bagus terjatuh karena terhalang oleh kaki, Doni malah tertawa melihantnya. Namun Bagus dengan penuh kesabaran, hanya tersenyum dan kembali berdiri. Saat Bagus hendak bangun dari jatuhnya, tiba – tiba terasa tangan yang menggandeng lengan Bagus, dan membantunya untuk berdiri. Ternyata itu adalah tangan Rio. Rio adalah teman dekat Bagus dari kelas X. Berbeda dengan Doni, meskipun Rio tergolong anak dari keluarga kaya, ia tidak memiliki sifat yang sombong seperti Doni. Malahan Rio bersifat sangat sopan dengan semua temannya, terutama dengan Bagus teman dekatnya. Dan akhirnya pada waktu itu, Bagus kembali berdiri dan berjalan menuju kelasnya bersama Rio.
“Teett ... tettt ....”
Bel istirahat hari itu telah berbunyi. Yang artinya semua siswa disekolah itu dapat mengistirahatkan otaknya sejenak. Begitu juga dengan Bagus. Namun berbeda dengan teman lain yang pada saat jam istirahat mereka habiskan untuk membeli jajanan dikantin, pada jam istirahat Bagus hanya diam dikelas dan memakan sedikit bekal berupa singkong rebus yang ia bawa dari rumah. Namun, Saat sedang memakan singkong tiba – tiba terdengar suara keras dari Doni yang terdengar dekat dari telinga Bagus,
“woyyyy, sekarang udah zaman modern. Tapi dia masih saja makan singkong. Dasar orang miskin.” Kata Doni mengejek Bagus,
Melihat perlakuan Doni yang tidak sopan kepada Bagus, Rio tiba – tiba berdiri dan berkata kepada Doni,
“heh Don, jaga mulut kamu. Mentang – mentang kamu anak orang kaya, jangan bicara seenaknya sama orang lain.” Kata Rio kepada Doni “Ayoo Gus kita keluar.” Ajak Rio kepada Bagus,
Rio pun berjalan keluar ke depan kelasnya, sambil merangkul Bagus. Namun saat sedang berjalan menuju keluar kelas terdengar suara speaker sekolah yang berbunyi,
“panggilan kepada Bagus XII IPA 2 supaya menuju keruang Guru sekarang juga.” Bunyi spekaer sekolah itu,
“eh Rio, aku dipanggil itu sama guru. Aku keruang guru dulu ya.” Kata Bagus pada Rio,
“Iya Gus, aku tunggu didepan kelas ya.” Jawab Rio kepada Bagus,
Dan kemudian Bagus pun berjalan menuju keruang guru memenuhi panggilan yang terdengar di speaker sekolah tadi. Namun saat mendekati ruang guru, banyak siswa - siswa yang memperhatikannya. sampai pada akhirnya ada seorang siswi teman Bagus yang berkata kepadanya,
“yang sabar ya Gus.” Sambil berjalan anak itu berbicara pada bagus dan menepuk pundaknya,
Bagus pun semakin tak mengerti apa yang sedang terjadi dihari itu. Otaknya pun terus berfikir mengenai apa yang sedang terjadi sebenarnya. Wajah yang tadinya ceria dan penuh semangat itu pun sekarang iba – tiba berubah menjadi sebuah kebingungan akibat tak tau kejadian apa yang akan dihadapinya. Dan akhirnya langkah pelan ia jalankan karena telah sampai ditempat yang ia tuju yaitu ruang Guru disekolahnya.
Saat sedang berada ditempat itu, semua Guru terdiam dan menatap dengan tatapan yang aneh kepada Bagus. Bagus pun semakin tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya terdiam didalam kebingungan yang menerpa dirinya. Fikirannya pun semakin gelap gelap dan gelap. Hingga ada salah satu Guru yang merupakan wali kelas Bagus memanggil namanya,
“Bagus, kesinilah nak.” Kata wali kelas Bagus tersebut,
“Iya Pak.” Jawab Bagus sambil berjalan menuju Bapak guru yang memanggilnya itu,
“ayo kamu ikut Bapak. Sekarang kamu ambil tas kamu, Bapak tunggu didepan sekolah.” Kata Pak Guru,
“lho mau kemana Pak?” Tanya Bagus dengan wajah yang kaget dan sangat bingung,
“sudah ikut saja. Sekarang kamu cepat ke kelas dan ambil tas kamu.” Jawab Bapak guru itu,
“baik Pak. Yasudah saya ke kelas dulu ya. Permisi.” Jawab Bagus dan berjalan menuju ke kelasnya,
Bagus pun bergegas menuju kelas untuk mengambil tasnya. Setelah sampai didalam kelas. Semua teman sekelas Bagus terdiam. Tak ada satu pun suara yang keluar dari mulut teman satu perjuangannya itu. Termasuk Rio yang terdiam dan hanya melihat Bagus berlari menuju kedepan sekolah setelah ia mengambil tasnya. Sesampainya didepan sekolah, bagus segera menemui Pak guru yang memangilnya tadi.
“sudah Gus?” tanya Bapak Guru kepada Bagus,
“Iya sudah Pak, saya sudah siap.” Jawab Bagus dengan wajah yang masih terlihat bingung,
Dan akhirnya Bagus masuk kedalam mobil bersama seorang wali kelasnya dan beberapa Guru. Diapun bertambah gundah dengan apa yang sebenarnya terjadi. Didalam hati ia bertanya - tanya tentang kebingungan yang dia alami saat itu. saat perjalanan pun ia hanya terdiam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Begitu juga dengan semua guru yang ada didalam mobil, semua hanya terdiam hanya suara halus angin dan mesin mobil yang dapat membuat gendang telinga bergetar. Sampai pada akhirnya keluarlah sebuah kata dari mulut bagus. Ia bertanya pada salah satu guru yang sedang menyetir mobil.
“lho Pak, ini kan jalan kerumah saya?” Tanya Bagus,
“iya gus ini memang jalan kerumah kamu.” Jawab Bapak guru itu,
“terus kita mau kemana kok lewat sini?” Tanya Bagus yang tak terjawab oleh siapapun,
Mengetahui bahwa seisi mobil tidak ada yang menjawab pertanyaan Bagus, ia semakin benar – benar tak mengerti tentang apa yang disembunyikan oleh para Bapak Ibu pembimbingnya ini. Hingga pada akhirnya mobil yang ditumpangi oleh Bagus dan beberapa dewan Guru ini sampai diperempatan jalan rumahnya dan terihat rerumunan orang yang memakai songkok dan berpakaian hitam. Seketika Bagus shock melihat sebuah keadaan didepan matanya. Tiba – tiba semua guru yang ada didalam mobil berteriak memanggil Bagus, karena ia membuka pintu mobil yang masih dalam keadaan mobil berjalan menuju rumahnya.
Bagus pun keluar dari mobil dan langsung berlari dengan perasaan yang sulit untuk ia rasakan. Sesampainya didepan rumah, ia tiba – tiba berhenti dan mata yang tadinya indah karena keceriaan yang ada diwajahnya, seketika berubah seperti cermin yang menahan banyak air dibaliknya. Namun ia masih tak tau apa yang ia lihat didepan matanya itu. Perlahan ia berjalan menuju rumahnya dan melihat seseorang yang terbaring diatas meja dengan ditutupi selimut diseluruh tubuhnya. Sesampainya didepan hal yang membuat ia semakin tak kuat menahan air matanya, ia perlahan membuka selimut yang ada dibagian atas. Seketika ia pun lemas melihat seseorang yang baru tadi pagi ia lihat dengan keadaan yang sangat ceria dan penuh semangat untuk bekerja demi keluarga sekarang terbujur kaku didepan matanya. Air mata yang tadi ia tahan agar tak keluar mengalir dimatanya, seketika keluar dan jatuh. Bagus pun memeluk dan mencium ayahnya yang dikala itu telah tak bernyawa didepannya. Melhat akan hal itu ibu Bagus menghampiri dan memeluknya serta sedikit berbicara kepada Bagus dengan nada sendu karena kesedihan disiang itu,
“sudah nak, ikhlaskan Ayahmu ya. Doakan saja agar dia tenang disisi-Nya.” Kata ibu kepada Bagus,
Melihat perkataan itu Bagus hanya terdiam, tak kuat mengeluarkan kata karena rasa sedih yang menusuk berat didalam dadanya. Ia pun terus memeluk jasad ayahnya itu. Dan kemudian ibunya menarik tubuh Bagus dan menyuruhnya mengambil air wudlu dan melakukan sholat mayat berjamaah dengan beberapa keluarga serta handai taulan yang ada disekitar rumahnya.
Siang cerah itu sangat gelap bagi Bagus. Matahari yang bersinar dengan teriknya pun seperti tidak mampu memberikan cahaya pada dirinya. Hanya kegelapan yang ia rasakan ketika semua orang dan ia mengantarkan ayahnya ke rumah abadinya. Prosesi pemakaman pun telah dilaksankan, berkali kai ibu Bagus terjatuh pingsan tak kuat melihat apa yang sedang terjadi. Begitu juga dengan adik kecil Bagus yang terus memanggil Ayaaahh...Ayaaah. Sementara Bagus berusaha menahan air yang hendak keluar dari matanya dan berusaha tegar serta tabah menghadapi Qadha dan Qadar yang telah diberikan sang Maha Pencipta. Sampai akhirnya proses pemakaman siang itu telah selesai dan Bagus serta keluarga pulang kembali kerumahnya.
Malam pun telah datang. Tak lupa setelah selesai menunaikan sholat maghrib Bagus mengaji untuk mendoakan almarhum ayahnya. Terkadang saat ia membaca surat Yasin yang dipegang oleh tangannya, tiba – tiba air matanya terjatuh menetes di tangannya. Hanya tangisan dan seruan doa yang ia lakukan malam itu, sampai rasa lapar pun tak terasa olehnya.
Hingga malam itu Bagus sulit untuk terlelap dalam tidurnya, dan ia memutuskan untuk keluar rumah. Didepan rumahnya, ia hanya berdiam diri tanpa ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Yang ia lakukan hanya memandang langit yang sangat cerah malam itu namun sangat gelap bagi dirinya. Namun kegelapan yang ia rasakan tiba – tiba sedikit bersinar karena melihat salah satu bintang yang paling terang dilangit itu. Ia pun berkata sambil melihat bintang yang terang itu.
“Ayah, kenapa kau begitu cepat meninggalkanku?”
“Aku masih belum sanggup hidup tanpamu. Aku masih perlu dan butuh bimbingan dan motivasimu.”
“namun jika memang ini takdir yang diberi oleh sang Maha Pencipta, aku dapat menerimanya dengan lapang dada.”
“aku berjanji ayah, akan selalu semangat dan tak pernah takut seperti kata terahir yang kau ucap kepadaku.”
“lihat aku sukses ya ayahh.” Kata Bagus malam itu,
Tiba – tiba terdengar suara langkah kaki pelan menghampiri Bagus. Langkah itu adalah suara ibu Bagus yang menghampirinya serta mengajaknya untuk masuk kedalam rumah.
“ayo nak masuk, waktunya tidur sudah malam. Besok kamu harus sekolah.” Kata Ibu Bagus,
“iya Bu.” Jawab singkat Bagus kepada ibunya, sambil berjalan masuk dan bersiap untuk mengistirahtkan fikirannya.
Pagi pun telah tiba. Kedaan yang tak biasa terjadi dirumah mungil yang ditempati oleh keluarga nan sederhana ini. Tak biasanya Bagus bangun sangat pagi mendahului ibunya. Terdegar suara kreek... suara penutup kamar yang dibuka oleh ibu Bagus pagi itu. Langkah kecilnya membawanya berjalan menuju kamar Bagus dan berniat membangunkannya. Namun setelah sampai kamar bagus, ia kaget karena tak melihat Bagus dalam Kamarnya. Kemudian ia mencari – cari bagus diberbagai sudut rumahnya. Saat berjalan didapur, terdengar suara klotekan benturan peralatan masak seperti sedang digunakan oleh seseorang untuk memasak. Ternyata itu adalah Bagus yang sedang memasak Cilok. seketika Ibu Bagus pun menghampiri dan bertanya kepadanya,
“kamu ngapain nak?” Tanya Ibu pada Bagus,
“memasak Cilok buk, agar bisa dijual nanti.” Jawab Bagus,
“lho bukannya kamu sekolah? Kok malah jualan cilok?” tanya Ibu Bagus,
“saya berhenti sekolah buk. Saya akan berjualan Cilok saja agar kita tetap bisa makan.” Jawab Bagus,
“ingat pesan ayahmu nak, kamu harus tetap sekolah meski dalam kedaan apapun. Ibu masih bisa bekerja agar kamu tetap bersekolah” Kata Ibu kepada Bagus,
Saat Bagus dan Ibunya sedang berbincang – bincang, terdengar suara mobil didepan rumahnya. Seketika Bagus dan ibunya pun melihat keluar rumah. Terlihat Rio yang sedang memakai seragam sekolah serta ayahnya keluar dari mobil dan kemudian menghampiri Bagus.
“Gus, lho kamu kok gak sekolah?” tanya Rio pada Bagus,
“enggak Rio, aku mau jualan cilok saja.” Jawab Bagus,
“jangan gitu Gus. Ayo cepetan mandi terus kita berangkat ke sekolah.”
Saat Bagus dan Rio sedang berbincang – bincang ayah Rio mengahampiri ibu Bagus dan berkata kepada ibu Bagus. Ayah Rio menawarkan kepada Ibu Bagus untuk bekerja dirumahnya sebagai pembantu rumah tangga dan ia beserta keuarganya dapat tingggal disana. Mendengar tawaran itu, Ibu Bagus seperti tidak percaya akan hal yang ia dengar. Sampai akhirnya Ayah Rio kembali bertanya kepada Ibu Bagus dan dengan sangat senang hati Ibu Bagus mau untuk bekerja dan tinggal dirumah Rio.
5 bulan telah berlalu, masa kelam Bagus pun perlahan mulai pudar berganti dengan titik – titik sinar cahaya yang menerangi kehidupannya. Pada waktu itu Bagus telah lulus SMA dan berhasrat ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Namun karena masalah biaya akhirnya Bagus mengurungkan niadnya untuk kuliah. Tapi takdir berkata lain, sosok kedermawanan yang ada dalam keluarga Rio pun kembali hadir dan membantu masa depan Bagus semakin cerah. Bagus diberikan biaya oleh keluarga rio untuk melanjutkan studynya dan meraih gelar sarjana. Akhirnya Bagus, remaja yang pernah tenggelam dalam kegelapan kini dapat terbang meraih mimpi dan kesuksesan demi keluarga dan Alm. Ayah tercintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar